Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Selatan
diperkirakan dimulai ketika berdiri Kerajaan Tanjung Puri sekitar abad
5-6 Masehi. Kerajaan ini letaknya cukup strategis yaitu di Kaki
Pegunungan Meratus dan di tepi sungai besar sehingga di kemudian hari
menjadi bandar yang cukup maju. Kerajaan Tanjung Puri bisa juga disebut
Kerajaan Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai wadah pertama hibridasi,
yaitu percampuran antarsuku dengan segala komponennya. Setelah itu
berdiri kerajaan Negara Dipa yang dibangun perantau dari Jawa.
Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang
memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di
wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan
Dipa ini.
Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari
Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah
hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari
kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama
Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada
akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang
berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara,
selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara
tersebut.
Pemimpin utama para patih bernama MASIH.
Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH.
Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH
tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN,
yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim
utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda
menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat
itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang
sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad
19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun
1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu
Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan
bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai
pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862,
kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai
lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda
Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya
gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai
sepenuhnya oleh Belanda.
Daerah ini dibagi menjadi
sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura.
Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun
1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin
dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan
ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.
Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi
tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah
pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya
organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di
Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal
Kalimantan yang berada di Jawa.
Dengan
ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah
dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil
langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia,
melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan
Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat
Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan
Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan
Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai
Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap
sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan
kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah
Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan
menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan
yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.
Berdasarkan
UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara
wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah.
Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah
Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan
Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan
tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun
UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi
Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan
UU No.27 Tahun 1959.